Profil Masjid
Fasilitas Umum
Sarana Ibadah
Tempat Wudhu
Kamar Mandi/WC
Sound System dan Multimedia
Penyejuk Udara/AC
Kantor Sekretariat
Perpustakaan
Koperasi
Mobil Ambulance
Perlengkapan Pengurusan Jenazah
Aula Serba Guna
Toko
Ruang Belajar (TPA/Madrasah)
Tempat Penitipan Sepatu/Sandal
Gudang
Taman
Parkir
Kegiatan
Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu
Menyelenggarakan Sholat Jumat
Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam
Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar
Menyelenggarakan Pengajian Rutin
Menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf
Fasilitas Ramah Anak
Fasilitas Disabilitas
Fasilitas Perpustakaan
Dokumen
Dokumen tidak ditemukan atau belum diunggah
Sejarah Masjid
Dahulu Masjid Raya Cipaganti memiliki nama Masjid Kaum Cipaganti. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh inohong Bandung Asta Kanjeng Bupati Bandung bernama Raden Tumenggung Hasan Soemadipradja didampingi oleh Raden Rg Wirijadinata sebagai Patih Bandung dan Raden Hadji Abdul Kadir sebagai Hoopd panghulu Bandung . Peristiwa ini terjadi pada tanggal 11 Syawal 1351 H bertepatan dengan tanggal 7 Pebruari 1933 M.
Letak masjid ini berada di wilayah Bandung Utara, yang dulu merupakan komplek pemikiman bangsa Eropa. Masjid Raya Cipaganti di desain oleh Prof. Kemal C.P. Wolff Shoemaker, seorang arsitek Belanda yang menjadi Profesor di ITB Bandung dan menghasilkan banyak karya yaitu Hotel Preanger, Villa Isola (kampus UPI), laboratorium Boscha dan lain-lain. Nama Wolff Shoemaker sebagai arsitek mesjid dapat dilihat di area depan masjid.
Pada saat pembangunan masjid ini mendapat bantuan biaya dari seorang inohong Bandung bernama R.A.A. Hasan Soemadipradja. Di samping itu pula terkumpul anggaran biaya yang disumbangkan oleh golongan bumiputra yang peduli terhadap pembangunan masjid yang secara keseluruhan dana yang terkumpul digunakan untuk pembagunan masjid ini.
Perpaduan antara langgam Eropa dengan gaya setempat terlihat mantap dalam rancang bangunan. Unsur seni bangunan Jawa, yaitu pengunaan ataptajug tumpang dua, empat saka guru di tengah ruang shalat dan detail ornamen-ornamennya seperti bunga maupun sulur-suluran. Sedang unsur Eropa terlihat pada pemakaian kuda-kuda segitiga penyangga atap dan secara khusus penataan masa bangunan pada lahan “ tusuk satu antara jalan Cipaganti dari jalan Sastra. Penataan tampilan masa bangunan seperti ini menjadikan bangunan tampak manarik, jika dilihat dari jalan Sastra, karena terbingkai dengan deretan pepohonan yang rindang. Penataan seperti ini hampir merupakan cara “ gaya Eropa” yang menjadi sesuatu yang baru pada bangunan masjid Jawa.
Masjid Raya Cipaganti telah mengalami renovasi dan pengembangan pada 2 Agustus 1979 s.d 31 Agustus 1988 dan diresmikan pada tanggal 17 Rabiul awwal 1409 H atau 28 Oktober 1988 oleh Walikota Bandung Ateng Wahyudi.