Profil Mushalla
Fasilitas
Sarana Ibadah
Tempat Wudhu
Kamar Mandi/WC
Pembangkit Listrik/Genset
Sound System dan Multimedia
Perlengkapan Pengurusan Jenazah
Ruang Belajar (TPA/Madrasah)
Gudang
Parkir
Kegiatan
Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu
Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam
Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar
Menyelenggarakan Pengajian Rutin
Menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
Sejarah Mushalla
SEJARAH BERDIRINYA LANGGAR AL-WASIELAH
Pada
awalnya almh. Ustadzah Hj. Nor Asyikin (Pendiri Majelis Ta’lim An-Nur)
mengadakan pengajian di Langgar Al-Hilal yang terletak di pinggir sungai
Mahakam di depan gang Madu. Dikarenakan adanya kebijakan pemerintah, permukiman
penduduk yang ada di pinggir sungai Mahakam dipindahkan ke Perumahan Carpotek.
Sementara itu, Langgar Al-Hilal dipindahkan ke Gang Melati Kelurahan Teluk
Lerong Ilir sekaligus mengalami
perubahan nama menjadi Langgar Al-Kholil.
Pada
tahun 1972, almh. Ustadzah Hj. Nur
Asyikin menerima sebidang tanah dari alm.
Wa’Sade untuk keperluan membangun rumah pribadi beliau dikarenakan
beliau pada waktu itu bertempat tinggal di Kelurahan Sungai Pinang sedangnkan
beliau sering memberikan pengajian di Kelurahan Teluk Lerong Ilir.
Ketika
rumah almh. Ustadzah Hj. Nur Asyikin sudah
berdiri, alm. Wa’Sade kembali memberikan tawaran sebdiang tanah dengan ukuran
15 x 20 M untuk keperluan pembangunan Langgar. Tawaran tersebut diterima
kemudian diadakan rembuk dengan tokoh masyarakat serta ketua RT. 06 yang bernama Haji Sabran.
Untuk
menindak lanjuti pembangunan Langgar tersebut, Haji Sabran mengadakan rembuk
bersama masyarakat terutama warga RT. 06 Kelurahan Teluk Lerong Ilir diantaranya: Hj. Nor Asyikin,
H. Asmuni, H Basuni Ahmad, Arbain, H. Mot, Abdul Wahab,
H. Samli, Abd.
Latif, H. Kursani, H. Basuni Erwin, Acut, H. Lamrah, H. Syukri, H. Ibram dan lain-lain.
Pada
pertemuan tersebut, disepakati pembangunan langgar dengan ukuran 6 x 8 dengan
bangunan semi permanen dan anggaran biaya berasal dari swadaya masyarakat.
Untuk menggalang dana masyarakat, maka diadakan
lelang saprah amal yang dipelopori
oleh almh. Ustadzah Hj. Nor Asyikin bertempat di Jalan RE Martadinata
(depan Gang Tukang) Kelurahan Teluk Lerong Ilir
dan di Gang Raudah III Kelurahan Teluk Lerong Ilir depan rumah H. Basuni Ahmad.
Dalam proses awal pembangunan pada tahun 1972, pengurus Langgar meminjam rumah H. Asmuni yang berdekatan dengan lokasi pembangunan Langgar yang sekarang adalah rumah dari saudara Abdul Hamid untuk menyelenggarakan kegiatan sholat berjama’ah. Baru kemudian di awal tahun 1973 ketika proses pembangunan belum rampung seutuhnya, langgar telah dapat menyelenggarakan sholat berjama’ah dan pengajian ibu-ibu dan anak-anak untuk belajar fiqih yang diasuh oleh almh. Hj. Nor Asyikin dan guru-guru agama lainya.
1 Sejarah ini ditulis oleh H. Adnan yang merupakan salah satu Tetuha Langgar Al-Wasielah dan juga telah lama berkecimpung sebagai Pengurus Langgar Al-Wasielah.
Seiring
berjalannya waktu masyarakat yang berdomisili
di sekitarLanggar Al- Wasielah semakin banyak. Untuk memakmurkan langgar, maka tokoh masyarakat merangkul para
pemuda untuk aktif bekerja sama dalam
mengelola Langgar. Para pemuda tersebut diantaranya adalah : H. Ja’far (H.
Aspar), H. Darmansyah (H. Dadar), Ahmad Mugni (Imuk),
H. Syamsir, H. Asmawi, Maksum, H. Saili, H. Rijani Syamsir,
Samsul Bahri, H. Usman, Mahruf, H. Abd. Wahab, H. Adnan, H. Zainul, Abidinsyah,
H. Jurni (Olen) dan lain-lain.
Pada
tahun 1990, langgar dalam tahap awal berdiri hanya berukuran 6 x 8 sudah
dianggap tidak layak lagi dikarenakan semakin banyaknya jamaah yang berkegiatan
di Langgar Al-Wasielah. Atas dasar tersebut, jamaah didukung oleh masyarkat
berinisiatif untuk merenovasi total Langgar. Kemudian Langgar direnovasi dengan
swadaya masyarakat yang dipelopori oleh Tetuha Kampung dan para pemuda untuk
merenovasi total sekaligus memperluas areal Langgar menjadi 9 x 12 M.
Di
awal tahun 2000an atau tepatnya 1 Juli 2001, terjadi musibah kebakaran di
Kampung Teluk Lerong Ilir dan Langgar Al-Wasielah tidak luput menjadi salah
satu tempat yang terbakar. Akibat musibah tersebut, ± 75 % bangunan Langgar
rusak dan hanya menyisakan dinding dari bata yang masih dapat digunakan.
Pasca
kebakaran, masyarakat mengadakan rapat musyawarah untuk membangun kembali
Langgar dengan cara menghimpun dana pembangunan dari masyarakat. Masyarakat
sangat antusias terhadap ajakan tersebut sehingga panitia pembangunan banyak
menerima bantuan berupa material bahan bangunan maupun uang. Dan pada bulan Januari
2002 bangunan Langgar sudah terbangun 90 % dan dapat digunakan kembali
sepenuhnya untuk kegiatan keagamaan masyarakat .
Pada
tahun 2005, masyarakat kembali secara swadaya mengumpulkan dana untuk membeli
sebidang tanah yang terletak di sebelah Utara Langgar Al-Wasielah (bersebelahan
dengan Langgar Al-Wasielah) dengan ukuran 10 x 22 M = 220 M² dengan harga Rp.
44.000.000,- (empat pulu empat juta rupiah). Dan tanah tersebut telah dibangun
untuk perluasan Langgar dan rumah Imam Rawatib.