Profil Masjid
Fasilitas Umum
Sarana Ibadah
Tempat Wudhu
Kamar Mandi/WC
Pembangkit Listrik/Genset
Sound System dan Multimedia
Penyejuk Udara/AC
Kantor Sekretariat
Perpustakaan
Aula Serba Guna
Ruang Belajar (TPA/Madrasah)
Tempat Penitipan Sepatu/Sandal
Gudang
Taman
Parkir
Kegiatan
Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu
Menyelenggarakan Sholat Jumat
Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam
Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar
Menyelenggarakan Pengajian Rutin
Menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf
Fasilitas Ramah Anak
Fasilitas Disabilitas
Fasilitas Perpustakaan
Kitab Suci (Al-Quran & Al-Hadist) ( 125 )
Buku Agama ( 50 )
Dokumen
Sejarah Masjid
Masjid Raya Pidie Labui terletak di Kecamatan Pidie merupakan salah satu masjid tua di Aceh yang menyimpan nilai sejarah. Salah satu peninggalan sejarah adalah mimbar dari kayu berukir berusia ratusan tahun hasil karya pengrajin Cina sekitar tahun 1612 M.
Seiring berjalanya waktu, pengurus Masjid Raya Labui terus mempercantik mimbar tersebut dengan cara melapisi cat warna emas pada mimbar. Sehingga mimbar itu selalu nampak baru bagi siapa yang melihatnya. “Usia mimbar tersebut telah mencapai ratusan tahun. Karena mimbar itu diletakkan di dalam masjid sejak awalnya dibangun Masjid Raya Labui oleh Po Teumeureuhom,”.
Masjid Raya Labui awalnya bernama Masjid Raya Po Teumeureuhom. Bangunan pertama terbuat dari kayu beratap rumbia. Kemudian dindingnya terbuat dari batu bercampur kapur. Waktu itu Po Teumeureuhom, Sultan Iskandar Muda (1607-1636) bersama masyarakat membangun masjid tersebut secara bergotong royong. Masyarakat bersedia berdiri sekitar 30 kilometer untuk mengangkut batu secara estafet, dari Kecamatan Muara Tiga ke Labui. Po Teumeureuhom sempat mendatangkan arsitek dari Cina untuk membangun masjid yang kemudian dilestarikan menjadi cagar budaya.
Ketika itu, aktivitas di dalam masjid dijadikan sebagai pusat pendidikan Islam. Banyak santri berasal dari Pidie, Aceh Barat, dan Aceh Timur menimba ilmu agama di Masjid Raya Po Teumeureuhom. Masjid yang etaknya lebih kurang 4 km sebelah barat Kecamatan Kota Sigli, pada masa Poteumeureuhom pernah dijadikan sebagai masjid kerajaan Pedir atau masjid kabupaten.
Tak hanya itu, kata Muhammad, saat itu Po Teumeureuhom juga membangun benteng pertahanan atau disebut dengan diwai yang melingkari masjid tersebut. Kini, diwai tersebut telah diruntuhkan seiring dengan dibangunnya bangunan baru masjid tersebut.
Saat Gubernur Aceh dijabat Prof Syamsuddin Mahmud, kata Muhammad, pernah berkunjung ke Masjid Raya Labui. Ketika itu masih bernama Masjid Raya Po Teumeureuhom, masjid lama di geser ke samping bangunan masjib baru.
Saat Nurdin AR menjabat sebagai Bupati Pidie. Nurdin adalah orang yang meletakkan batu pertama pembangunan baru masjid itu. Nurdin AR juga mengganti nama masjid dari Masjid Raya Po Teumeureuhom menjadi Masjid Raya Labui. Renovasi Masjid Raya Labui, kata Muhammad, telah dilakukan tiga kali. renovasi kedua pada masa Kerajaan Kalee oleh Fakeh Ali. Kemudian, masa Pak Nurdin menjadi Bupati Pidie, arsiteknya Ir H Asballah Tgk Abdullah Asyek asal Pidie.
Tongkat Po Teumeureuhom
Masjid Raya Labui sampai kini masih memiliki tongkat kuningan berukuran panjang 1,2 meter dan berat lima kilogram serta bentuknya beruas-ruas seperti batang tebu. Tongkat tersebut ditinggalkan Raja Aceh Iskandar Muda, saat singgah di masjid tersebut untuk menghimpun kekuatan perang.
Saat itu Iskandar Muda menempuh jalan darat menggunakan gajah putih. Tongkat yang dikenal dengan tongkat Po Teumeureuhom pernah diambil Ulee Balang Bambi, tetapi kemudian tongkat tersebut dikembalikan ke mimbar masjid tersebut. Bagi masyarakat Kemukiman Busu, Masjid Po Teumeureuhom berfungsi sebagai tempat ibadah dan balai pengajian. Di Masjid ini juga sering dilangsungkan akad nikah pengantin baru.