Profil Masjid
Fasilitas Umum
Sarana Ibadah
Tempat Wudhu
Kamar Mandi/WC
Pembangkit Listrik/Genset
Sound System dan Multimedia
Penyejuk Udara/AC
Kantor Sekretariat
Perpustakaan
Aula Serba Guna
Ruang Belajar (TPA/Madrasah)
Tempat Penitipan Sepatu/Sandal
Gudang
Taman
Parkir
Internet Akses
Kegiatan
Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu
Menyelenggarakan Sholat Jumat
Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam
Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar
Menyelenggarakan Pengajian Rutin
Menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf
Fasilitas Ramah Anak
Fasilitas Disabilitas
Fasilitas Perpustakaan
Dokumen
Dokumen tidak ditemukan atau belum diunggah
Sejarah Masjid
1. Sejarah Singkat Masjid Agung Jami’ Singaraja
Asal mulanya masyarakat Islam Kampung Kajanan, Kampung Bugis dan Kampung Baru Kota Singaraja Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Propinsi Bali memiliki sebuah masjid, yaitu MASJID KERAMAT / MASJID KUNO, yang terletak di jalan Hasanudin Singaraja sebagai satu-satunya masjid untuk melaksanakan ibadah shalat lima waktu termasuk shalat Jum’at untuk umat Islam yang sudah semakin banyak jumlahnya.
Dari perkembangan waktu menyebabkan jumlah ummat semakin banyak, sehingga daya tampung masjid itu sudah tidak memadai lagi.
Berangkat dari masalah itulah, atas kesefakatan ummat pada saat itu maka para pemuka ketiga kampung tersebut mengajukan permohonan kepada Raja Buleleng, saat itu dijabat oleh ANAK AGUNG NGURAH KETUT JELANTIK POLONG ( keturunan VI dari ANAK AGUNG PANJI SAKTI, Raja I Buleleng / pendiri kota Singaraja ) agar diberikan lahan / tanah untuk mendirikan masjid yang lebih besar. Raja Buleleng dengan penuh sukacita berkenan memberikan secutak tanah yang terletak di jalan Imam Bonjol Singaraja (lokasi sekarang).
Kemudian tidak berselang lama diperkirakan sekitar tahun 1846 Masehi dimulailah pembangunan Masjid baru yang diidamkan oleh ummat Islam langsung dibawah pengawasan Raja Buleleng, mengingat bahwa beliau adalah beragama Hindu, maka untuk mewakili raja dipercayakanlah kepada salah seorang kerabat raja yang telah memeluk agama Islam, yaitu I GUSTI NGURAH KETUT JELANTIK CELAGI yang didampingi beberapa orang tokoh setempat salah satu diantaranya bernama ABDULLAH MASCATTY. Rentang waktu penyelesaiannya memakan waktu yang cukup lama, bahkan sempat mandeg karena kepergian ABDULLAH MASCATTY menemani ANAK AGUNG NGURAH KETUT JELANTIK POLONG ( raja Buleleng ) yang ditawan / dibuang ke Padang Sumatera Barat oleh Belanda.
Dalam masa pembangunan dan penyelesaian masjid tersebut tak terhindar dari munculnya permasalahan yang menimpa ummat pada saat itu, terutama pada saat mengalihkan tempat pelaksanaan shalat Jum’at dari MASJID KERAMAT ke MASJID yang baru bahkan diceritakan hampir-hampir tejadi adu fisik diantara beberapa tokoh beserta para pengikutnya. Situasi itu tidak luput dari perhatian Raja saat itu I GUSTI ANGLURAH KETUT JELANTIK VIII, beliau berkenan turut menengahi permasalahan yang dihadapi ummat Islam yaitu dengan memanggil I GUSTI NGURAH KETUT JELANTIK CELAGI dan beberapa Tokoh ummat setempat untuk datang menemui beliau di Puri.
Sungguh sangat besar perhatian beliau, maka pada menjelang penyelesaian bangunan masjid yakni pada tahun 1860 Masehi hal itu diwujud dengan pemberian salah satu Kori (pintu gerbang) yang berada di Puri untuk dipasang sebagai PINTU GERBANG MASJID dan memerintahkan para tukang Ukir Puri membantu membuat Mimbar Masjid yang berukiran sama dengan ukiran Mimbar yang ada di MASJID KERAMAT. Perbedaan pendapat yang hampir menimbulkan pertikaian dapat diatasi, secara berangsur-angsur seluruh ummat melaksanakan shalat Jum’at di Masjid yang baru.
Akhirnya dengan memetik hikmah dari kejadian yang telah dialami umat kemudian untuk memupuk rasa saling memiliki serta Ukhuwah sesama ummat, maka atas kemufakat seluruh tokoh dan ummat diberikanlah nama masjid yang baru itu dengan nama “ MASJID JAMI’ “ yang diartikan sebagai masjid untuk bersama-sama.
Satu hal yang dianggap unik dari Masjid Jami’ adalah, bahwa sampai saat sekarang ini masih tersimpan dan terpelihara beberapa Mus’haf Al-Qur’an tulisan tangan yang salah satunya ditulis oleh salah seorang kerabat Puri / Kerajaan Buleleng I GUSTI NGURAH KETUT JELANTIK CELAGI yang telah memeluk agama Islam pada tahun 1820-an.
Kemudian pada akhir tahun 1970 – an pada saat salah seorang kerabat Puri yang kebetulan adalah Ketua DPRD Propinsi Bali berkunjung dan memberi perhatian terhadap peninggalan luluhurnya terutama mushaf Al-Qur’an tulisan tangan dimaksud, maka untuk mengenang kebaikan serta jasa Raja Buleleng dan Kerabatnya oleh H. Kamarollah ( Lurah Kampung Kajanan saat itu ) yang disepakati pula oleh seluruh Pengurus beserta para tokoh ummat, nama MASJID JAMI’ dtambah menjadi “ MASJID AGUNG JAMI’ “ sampai sekarang.
Tercatat nama-nama Imam masjid dari sejak dibangunan sampai sekarang adalah sebagai berikut :
1. H. ABDUL HADI
2. H. AHMAD THAYIB SYECH
3. H. NURUDDIN
4. H. HASANUDDIN
5. H. YUSUF
6. H. ABDUL KADIR
7. H. MUH. MURTADHA
8. H. MAKMUN
9. Drs. H. M. THAIF
10. H. MUNAWIR JAWAWI
11. M. ZIAD, AR
12. H. ABDURRAHMAN ALAWI
13. ABDURRAHMAN JAWAWI
14. ANANG SHALEH ZARKASY
Letak Geografis Masjid Agung Jami’ Singaraja
Secara geografis Masjid Agung Jami’ Singaraja berlokasi pada dataran rendah atau pesisir Utara Kota Singaraja, dengan ketinggian / kemiringan 2 m di atas permukaan laut. Suhu udara berkisar antara 19,30 C sebagai suhu terendah dan 31,60 C suhu tertinggi.
Masjid Agung Jami’ sebagai masjid terbesar di Kota Singaraja mempunyai nilai strtategis karena berada di tengah kota, dipusat Ekonomi kota, terletak diantara dua Kelurahan yaitu Kelurahan Kampung Kajanan dan Kampung Bugis yang mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam, disamping Kelurahan tetangga lainnya yang mempunyai penyebaran penduduk muslim secara merata walaupun dalam jumlah yang tidak banyak.
Fisik Masjid dibangun di atas tanah wakaf, Sertipikat Hak Milik Wakaf No.500 seluas 1980 M2, dengan batas-batas penyanding sebagai berikut :
Sebelah Timur : Jalan Imam Bonjol Singaraja
Sebelah Selatan : Rumah milik
Sebelah Barat : Gang Masjid
Sebelah Utara : Gang Menara
Tata letak bangunan fisik menghadap qiblat, terdiri dari Ruang Utama Masjid terletak disebelah Barat atau Belakang, sedang diparuh Timur atau Depan berdiri di Utara Selatan 2 bangunan berlantai dua yang berfungsi untuk Madrasah Diniyah Awaliyah, Audiotorium, Sekretariat Masjid bersebelahan dengan Sekretariat Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) Kabupaten Buleleng dan Tempat berwudhu lengkap dengan WC serta kamar mandi dilantai dasarnya.