Profil Masjid
Fasilitas Umum
Sarana Ibadah
Tempat Wudhu
Kamar Mandi/WC
Pembangkit Listrik/Genset
Sound System dan Multimedia
Penyejuk Udara/AC
Kantor Sekretariat
Perpustakaan
Koperasi
Poliklinik
Mobil Ambulance
Perlengkapan Pengurusan Jenazah
Aula Serba Guna
Toko
Ruang Belajar (TPA/Madrasah)
Tempat Penitipan Sepatu/Sandal
Gudang
Taman
Parkir
Internet Akses
Perkantoran
Situs Bersejarah
Kegiatan
Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu
Menyelenggarakan Sholat Jumat
Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam
Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar
Menyelenggarakan Pengajian Rutin
Menyelenggarakan kegiatan sosial ekonomi (koperasi masjid)
Menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf
Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
Melaksanakan Bimbingan Mualaf
Melaksanakan Bimbingan Manasik Haji
Fasilitas Ramah Anak
Ruang Laktasi
Tempat Bermain Anak
Fasilitas Disabilitas
Toilet Khusus Disabilitas
Tempat Wudhu Disabilitas
Jalur Kursi Roda
Fasilitas Kursi Roda
Kursi Shalat Lansia
Fasilitas Perpustakaan
Kitab Suci (Al-Quran & Al-Hadist) ( 0 )
Buku Agama ( 0 )
Pengetahuan Umum ( 0 )
Bacaan Anak ( 0 )
Sejarah Masjid
Masjid
Raya Sabilal Muhtadin adalah sebuah masjid besar yang berada di Kota
Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia, tepatnya di Kelurahan
Antasan Besar, Kecamatan Banjarmasin Tengah. Di dalam kompleks mini juga
terdapat kantor MUI Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di tepi
barat sungai Martapura dan diresmikan pada tahun 1981.
Sabilal Muhtadin, nama pilihan untuk Mesjid Raya Banjarmasin ini, adalah
sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap Ulama Besar alm. Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjari (1710—1812) yang selama hidupnya memperdalam
dan mengembangkan agama Islam di Kerajaan Banjar atau Kalimantan Selatan
sekarang ini. Ulama Besar ini tidak saja dikenal di seluruh Nusantara,
akan tetapi dikenal dan dihormati melewati batas negerinya sampai ke
Malaka, Filipina, Bombay, Mekkah, Madinah, Istambul dan Mesir.
Bangunan fisik
Mesjid Raya Sabilal Muhtadin ini dibangun di atas tanah yang luasnya
100.000 M2, letaknya di tengah-tengah kota Banjarmasin, yang sebelumnya
adalah Kompiek Asrama Tentara Tatas. Pada waktu zaman kolonialisme
Belanda tempat ini dikenal dengan Fort Tatas atau Benteng Tatas.
Bangunan Mesjid terbagi atas Bangunan Utama dan Menara; bangunan utama
luasnya 5250 M2, yaitu ruang tempat ibadah 3250 M2, ruang bagian dalam
yang sebagian berlantai dua, luasnya 2000 M2. Menara masjid terdiri atas
1 menara-besar yang tingginya 45 M, dan 4 menara-kecil, yang tingginya
masing-masing 21 M. Pada bagian atas bangunan-utama terdapat kubah-besar
dengan garis tengah 38 M, terbuat dari bahan aluminium sheet Kalcolour
berwarna emas yang ditopang oleh susunan kerangka baja. Dan kubah
menara-kecil garis-tengahnya 5 dan 6 M.
Kemudian seperti biasanya yang terdapat pada setiap masjid-raya, maka
pada Mesjid Raya Sabilal Muhtadin ini juga, kita dapati hiasan Kaligrafi
bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an dan As-maul Husna, yaitu 99 nama untuk
Ke-agungan Tuhan serta nama-nama 4 Khalifah Utama dalam Islam. Kaligrafi
itu seturuhnya dibentuk dari bahan tembaga yang dihitamkan dengan
pe-milihan bentuk tulisan-arab (kaligrafi) yang ditangani secara cermat
dan tepat, maksudnya tentu tiada lain adalah upaya menampilkan bobot
ataupun makna yang tersirat dari ayat-ayat suci itu sendiri. Demikian
juga pada pintu, krawang dan railing, keseluruh annya dibuat dari bahan
tembaga de ngan bentuk relief berdasarkan seni ragam hias yang banyak
terdapat di daerah Kalimantan.
Dinding serta lantai bangunan, menara dan turap plaza, juga sebagian
dari kolam, keseluruhannya berlapiskan marmer; ruang tempat mengambil
air wudhu, dinding dan lantainya dilapis dengan porselein, sedang untuk
plaza keseluruhannya dilapis dengan keramik. Seluruh bangunan Mesjid
Raya ini, dengan luas seperti disebut di atas, pada bagian dalam dan
halaman bangunan, dapat menampung jemaah sebanyak 15.000 orang, yaitu
7.500 pada bagian dalam dan 7.500 pada bagian halaman bangunan.
Konsep estetika interior masjid
Peranan elemen hias pada sebuah bangunan, bila diolah secara cermat dan
diarahkan dengan tepat, akan tampak bukan saja sesuatu yang 'indah
dimata' akan tetapi sekaligus dapat bermakna lain pada diri kita. Bisa
jadi memberikan pengalaman batin yang menyentuh dan menimbulkan
macam-macam perasaan, misalnya perasaan haru, kagum, syahdu dan
seterusnya. Dengan ini berarti kita berbicara mengenai wawasan estetis
dan pemilihan teknis dari seorang seniman untuk se-lanjutnya sebagai
konsep dasar pijakan kreatifitasnya.
Tiga pokok pijakan
Sejalan dengan hal yang baru di-sebut di atas, maka wawasan estetis pada
bangunan Mesjid Raya Sabilal Muhtadin ini dilakukan dalam tiga pokok
pijakan sebagai berikut.
Sesuatu yang dapat memberikan dan menimbulkan rasa keagama an yang lebih dalam. Ornamen dekoratif yang selaras dan fungsional sesuai dengan arsitektur masjid. Sebagai ciri-khas atau identitas yang menunjukkan kekayaan kebudayaan lingkungan Kalimantan.
Kaligrafi
Atas dasar ini, maka elemen estetik untuk masjid raya ini dibentuk dalam
kaligrafi arab dengan mengambil ayat-ayat Al-Quran, Asmaul Husna, yaitu
99 nama Keagungan Tuhan dan nama-nama 4 Khalifah Utama dalam Islam
Kaligrafi ini kemudian dirangkai dan dipadu dengan unsur-unsur
ragam hias motif tumbuh-tumbuhan, yaitu sebagai tradisi seni hias pada
bangunan bangunan masjid seluruh dunia.
Bentuk floral (tumbuh-tumbuhan) ini memberikan sesuatu kesan hidup dan
dinamis, akan tetapi yang terpenting adalah menghindarkan ke-cendrungan
untuk menjadi gambar pemujaan, seperti halnya gambar yang bertemakan
bentuk manusia dan hewan. Demikian pula ayat-ayat suci yang dituliskan
dalam bentuk khat indah dengan Gaya Naski, Diwani, Riqah, Tsulus dan
Kufik, kiranya menimbulkan rasa kekayaan citarasa dan khayal-seni untuk
meluhurkan puja kepada Tuhan.
Desain keseluruhan
Desain keseluruhan bangunan masjid, dengan kubah besar, tiang-tiang
kokoh dan tegap serta dinding tebal dan padat yang keseluruhan dibalut
oleh lebih kurang 14.830 M2 pualam krem muda seakan memberikan suasana
berat, kokoh dan kadang-kadang terasa menekan. Kesan ini timbul balik
dari eksteriornya maupun interiornya. Keseluruhan keadaan bangunan
masjid seperti disebut di atas menjadi pertimbangan dalam
memperhitungkan pembuatan elemen estetik yang akan ditempatkan dalam
ruang dalam dan luar bangunan masjid itu.
Penetapan desain krawang untuk pintu utama, pintu samping dan dinding,
adalah upaya untuk memberikan keseimbangan antara 'rasa berat' yang
ditimbulkan fisik bangunan dan 'rasa ringan' yang ditimbulkan oleh sifat
'tembus pandang' dari ornamen krawang tersebut. Lampu hias (chandelier)
yang terdiri dari 17 buah unit gantungan dengan ribuan bola kaca
tersusun dalam lingkaran bergaris tengah 9 M, menimbulkan 'rasa-ringan'
yang ditempatkan sebagai kontras terhadap fisik bangunan itu sendiri.