Profil Masjid
Fasilitas Umum
Sarana Ibadah
Tempat Wudhu
Kamar Mandi/WC
Sound System dan Multimedia
Penyejuk Udara/AC
Kantor Sekretariat
Perpustakaan
Perlengkapan Pengurusan Jenazah
Aula Serba Guna
Toko
Tempat Penitipan Sepatu/Sandal
Gudang
Taman
Parkir
Situs Bersejarah
Kegiatan
Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu
Menyelenggarakan Sholat Jumat
Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam
Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar
Menyelenggarakan Pengajian Rutin
Menyelenggarakan kegiatan sosial ekonomi (koperasi masjid)
Menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf
Melaksanakan Bimbingan Mualaf
Fasilitas Ramah Anak
Fasilitas Disabilitas
Fasilitas Perpustakaan
Dokumen
Dokumen tidak ditemukan atau belum diunggah
Sejarah Masjid
Masjid Ghede Kauman terletak di sisi barat alun aun Utara, atau tepatnya di sebelah kiri Keraton Jogja yaitu di Kampung Kauman Kelurahan Ngupasan Kecamatan Gondomanan Kota Yogyakarta. didirikan di atas tanah 4.000 meter persegi dengan luas bangunan 2.578 meter persegi. tanah tempat dibangunnya masjid adalah milik Kraton Kasultanan Ngayogyokato Hadiningrat.
Berdirinya Masjid Ghede Kauman diprakarsai oleh dua tokoh yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono dan Kiai Penghulu Faqih Ibrahim Diponingrat. prakarsa ini ditindaklanjuti oleh kyai Wiryokusumo, arsitek tersohor saat itu.Maket masjid ini masih tersimpan di Kraton Ngayogyokarto, yang terbuat dari kayu jati ukuran 2 x 2 meter persegi.
sebelum menjadi Raja, Sri Sultanm Hamengkubuwono I adalah seorang muslim taat, senantiasa melaksanakan Sholat selain Puasa wajib dan sunnah senin-kamis. ketika menghadapi perang gerilya menghadapi Belanda, beliau membangun pos pos strategis untuk pasukannya yang senantiasa dilengkapi dengan musholla.
PROSES PEMBANGUNAN
Masjid Ghede Kauman dibangun pada tanggal 29 Mei 1773 M atau 1699 J atau 1187 H. nama awal masjid ini adalah Masjid Ghede, Kemudian diubah menjadi Masjid Agung. nama ini berubah lagi menjadi Masjid Besar. Kemudian Berubah Lagi menjadi Masjid Raya Daerah Istimewa Yogyakarta.
setelah masjid ini dbangun, ternyata jama'ah yang beribadah melebihi kapasitas masjid. karena itu pada 1775 bangunan masjid ditambah dengan serambi yang disebut serambi masjid Ghede pada masa pemerintahan Hamengkubuwono I. selain digunakan untuk Sholat, serambi juga berfungsi sebagai tempat pertemuan alim ulama, pengajian, mahkamah untuk mengadili terdakwa dalam masalah keagamaan, pernikahan, perceraian dan pembagian waris.
dihalaman masjid sisi kiri dan kanan dibangun tempat untuk gong yang dikenal dengan "pagongan". dipagongan ini disimpan gamelan sekaten, yang dibunyikan saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. konon gamelan sekaten memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat sehingga membuat orang tertarik untuk mengenal, kemudian memeluk agama Islam dengan kemauan sendiri. kata sekaten berasal dari bahasa arab yaitu Syahadatain yang artinya dua kalimat syahadat.
setelah 10 tahun tidak memiliki gerbang, akhirnya tahun 1840, saat pemerintahan Hamengkubuwono V, di masjid ini dibangun pintu gerbang yang disebut Gapuro yang berasal dari bahasa arab yaitu "Ghofuro" yang bermakna Ampunan Dosa. Maknanya apabila orang yang masuk melalui Gapuro dan berniat baik memasuki Islam , maka dosanya diampuni Alloh SWT.
pada tahun 1862 dimulai pemugaran sirap dan selesai pada tahun 1863. pada tahun 1867 Yogyakarta dilanda Gempa bumi yang mengakibatkan runtuhnya serambi masjid Ghede.bukan hanya itu, regol masjid juga ikut runtuh. Setahun kemudian Sri Sultan Hamengkubuwono VI membangun serambi. Luas serambi yang baru ini dua kali lebih luas dari sebelumnya. pada tahun 1869 regol masjid kembali dibangun.
pada tahun 1917 dibangun gedung pejagan atau tempat penjaga keamanan yang terletak di kanan kiri gapura masjid. prajurit keraton menggunakan ajagan ini untuk menjaga keamanan masjid. gedung pajagan ini jugalah yang menjadi Markas Asykar Perang Sabil untuk membantu TNI melawan agresi Belanda pada revolusi perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
perhatian sultan terhadap Masjid Ghede ini sangat besar. Karena itu yahun 1933 atas prakarsa Sultan Hamengkubuwono VIII lantai serambi masjid diganti dengan tegel kembangan yang indah. sebelumnya , lantai serambi terbuat dari batu kali. atap masjid juga diganti dari sirab dengan seng wiron yang lebih tebal dan kuat. Tahap berikutnya tahun 1936 Sultan Hamengkubuwono VIII mengganti lantai dasar masjid dengan marmer dari Italia.